Jadi ingat cerita almarhum kakek saya, bahwa beliau pernah mengalami
masa dimana uang digunting. Awalnya saya mengira hanya pemotongan nilai
dari uang tersebut, tapi beliau meyakinkah bahwa uang di potong secara
fisik. Benar – benar di gunting!
Apakah redenominasi uang rupiah yang sedang diwacanakan kali ini sama dengan pengguntingan uang yang diceritakan almarhum kakek saya dulu?
REDENOMINASI
Redenominasi adalah memperkecil digit angka uang tanpa mengubah dari nilai tukar uang tersebut. Misalkan harga ngewarnet selama 4 jam adalah Rp.10.000,- nah setelah diberlakukan redenominasi angka nominal uang Rp.10.000,- dirubah jadi Rp.10,-. Tapi Uang Rp.10,- tersebut masih bisa dipakai untuk ngewarnet selama 4 jam juga. Intinya nilai tukarnya tetap sama.
Yang jadi masalah adalah bagaimana jika setelah redenominasi diberlakukan si pemilik warnet tetap keukeuh (sunda:bersikukuh) memberi bandrol Rp.10.000,- bukan Rp.10,- untuk 4 jam ngewarnet?
Hehehe… itu contoh yang aneh, ya sudah bisa ditebak warnetnya bakalan sepi pengunjung. Tapi bagaimana kalo yang keukeuh itu adalah produsen barang yang dibutuhkan banyak orang?
Hal ini pernah terjadi di Zimbabwe, awalnya mereka menghapus tiga digit uang mereka (seperti yang akan terjadi di negeri ini) tapi para produsen barang dan jasa tidak mau merubah nominal harga jual mereka dan terjadilah inflasi besar – besaran. Sampai sampai mereka melakukan redenominasi kedua dengan menghapus 6 digit, redenominasi ketiga dengan menghapus 10 digit uang mereka dan terakhir pada bulan Februari 2009 dilakukan penghapusan 12 digit, 1 Milliar dolar Zimbabwe menjadi 1 dolar saja. Wah!
SANERING
Nah sanering ini lah yang dialami oleh almarhum kakek saya. Sanering adalah pemotongan nilai mata uang menjadi lebih kecil dan mengubah harga atau nilai tukar dari uang tersebut. Misalkan sanering diberlakukan, uang Rp.10.000,- dipotong nilainya jadi Rp.5.000,-. Nah harga ngewarnet 4 jam tidak mesti turun jadi Rp.5.000,- seperti pada redenominasi tapi bisa tetap Rp.10.000,- dengan catatan harga tersebut harus dibayar dengan 2 lembar uang Rp.10.000,- karena nilainya telah berubah jadi setengahnya.
Sanering di negeri ini pertama kali diterapkan oleh Syafruddin Prawiranegara, Menteri Keuangan dalam Kabinet Hatta II, yang mulai berlaku pada jam 20.00 tanggal 10 Maret 1950. Makanya lebih dikenal dengan istilah Gunting Syafruddin.
Menurut kebijakan itu, “uang merah” (uang NICA) dan uang De Javasche Bank dari pecahan Rp 5 ke atas digunting menjadi dua. Guntingan kiri tetap berlaku sebagai alat pembayaran yang sah dengan nilai setengah dari nilai semula sampai tanggal 9 Agustus pukul 18.00.
Mulai 22 Maret sampai 16 April, bagian kiri itu harus ditukarkan dengan uang kertas baru di bank dan tempat-tempat yang telah ditunjuk. Lebih dari tanggal tersebut, maka bagian kiri itu tidak berlaku lagi alias dibuang.
Guntingan kanan dinyatakan tidak berlaku, tetapi dapat ditukar dengan obligasi negara sebesar setengah dari nilai semula, dan akan dibayar 40 tahun kemudian dengan bunga 3% setahun. “Gunting Sjafruddin” itu juga berlaku bagi simpanan di bank. Pecahan Rp 2,50 ke bawah tidak mengalami pengguntingan, demikian pula uang ORI (Oeang Republik Indonesia).
Bagi sobat yang ingin mengetahui lebih banyak tentang redenominasi, sanering dan serba – serbinya silahkan copast link dibawah ini kedalam mulut browsernya…
http://www.kaskus.us/showthread.php?t=4885878
Semoga saja negeri ini tidak mengalami apa yang dialami Zimbabwe jika redenominasi ini diberlakukan. Kepada bapak ibu pemegang kebijakan, silahkan berpikir matang – matang sebelum mengambil keputusan. Soalnya efek dari ketokan palu anda, akan dirasakan oleh semua rakyat negeri ini. Sekali lagi hati – hati, Ok!
Apakah redenominasi uang rupiah yang sedang diwacanakan kali ini sama dengan pengguntingan uang yang diceritakan almarhum kakek saya dulu?
REDENOMINASI
Redenominasi adalah memperkecil digit angka uang tanpa mengubah dari nilai tukar uang tersebut. Misalkan harga ngewarnet selama 4 jam adalah Rp.10.000,- nah setelah diberlakukan redenominasi angka nominal uang Rp.10.000,- dirubah jadi Rp.10,-. Tapi Uang Rp.10,- tersebut masih bisa dipakai untuk ngewarnet selama 4 jam juga. Intinya nilai tukarnya tetap sama.
Yang jadi masalah adalah bagaimana jika setelah redenominasi diberlakukan si pemilik warnet tetap keukeuh (sunda:bersikukuh) memberi bandrol Rp.10.000,- bukan Rp.10,- untuk 4 jam ngewarnet?
Hehehe… itu contoh yang aneh, ya sudah bisa ditebak warnetnya bakalan sepi pengunjung. Tapi bagaimana kalo yang keukeuh itu adalah produsen barang yang dibutuhkan banyak orang?
Hal ini pernah terjadi di Zimbabwe, awalnya mereka menghapus tiga digit uang mereka (seperti yang akan terjadi di negeri ini) tapi para produsen barang dan jasa tidak mau merubah nominal harga jual mereka dan terjadilah inflasi besar – besaran. Sampai sampai mereka melakukan redenominasi kedua dengan menghapus 6 digit, redenominasi ketiga dengan menghapus 10 digit uang mereka dan terakhir pada bulan Februari 2009 dilakukan penghapusan 12 digit, 1 Milliar dolar Zimbabwe menjadi 1 dolar saja. Wah!
SANERING
Nah sanering ini lah yang dialami oleh almarhum kakek saya. Sanering adalah pemotongan nilai mata uang menjadi lebih kecil dan mengubah harga atau nilai tukar dari uang tersebut. Misalkan sanering diberlakukan, uang Rp.10.000,- dipotong nilainya jadi Rp.5.000,-. Nah harga ngewarnet 4 jam tidak mesti turun jadi Rp.5.000,- seperti pada redenominasi tapi bisa tetap Rp.10.000,- dengan catatan harga tersebut harus dibayar dengan 2 lembar uang Rp.10.000,- karena nilainya telah berubah jadi setengahnya.
Sanering di negeri ini pertama kali diterapkan oleh Syafruddin Prawiranegara, Menteri Keuangan dalam Kabinet Hatta II, yang mulai berlaku pada jam 20.00 tanggal 10 Maret 1950. Makanya lebih dikenal dengan istilah Gunting Syafruddin.
Menurut kebijakan itu, “uang merah” (uang NICA) dan uang De Javasche Bank dari pecahan Rp 5 ke atas digunting menjadi dua. Guntingan kiri tetap berlaku sebagai alat pembayaran yang sah dengan nilai setengah dari nilai semula sampai tanggal 9 Agustus pukul 18.00.
Mulai 22 Maret sampai 16 April, bagian kiri itu harus ditukarkan dengan uang kertas baru di bank dan tempat-tempat yang telah ditunjuk. Lebih dari tanggal tersebut, maka bagian kiri itu tidak berlaku lagi alias dibuang.
Guntingan kanan dinyatakan tidak berlaku, tetapi dapat ditukar dengan obligasi negara sebesar setengah dari nilai semula, dan akan dibayar 40 tahun kemudian dengan bunga 3% setahun. “Gunting Sjafruddin” itu juga berlaku bagi simpanan di bank. Pecahan Rp 2,50 ke bawah tidak mengalami pengguntingan, demikian pula uang ORI (Oeang Republik Indonesia).
Bagi sobat yang ingin mengetahui lebih banyak tentang redenominasi, sanering dan serba – serbinya silahkan copast link dibawah ini kedalam mulut browsernya…
http://www.kaskus.us/showthread.php?t=4885878
Semoga saja negeri ini tidak mengalami apa yang dialami Zimbabwe jika redenominasi ini diberlakukan. Kepada bapak ibu pemegang kebijakan, silahkan berpikir matang – matang sebelum mengambil keputusan. Soalnya efek dari ketokan palu anda, akan dirasakan oleh semua rakyat negeri ini. Sekali lagi hati – hati, Ok!
No comments:
Post a Comment