MENCINTAIMU
DENGAN LUKAKU
Langit mulai
berganti warna seiring luruhnya mentari. Semilir angin laut asik bermain di
anak rambutku. Suara debur ombak mengalun indah. Camar-camar bergegas pulang
kesarangnya, sebergegas nalayan yang mulai mengangkat sauh untuk melaut.
Pemandangan yang sangat indah, tapi tetap saja tak mampu mengusir mendung di
hatku. Kuhela napas panjang, sekali....... dua kali..... tetap saja hati ini
terasa sesak.
Secangkir teh
yang aku pesan mulai dingin tanpa kusentuh. Kebisuan menggantung di udara.
Hanya terpisah sebuah meja tetapi terasa begitu jauh.....
“Tetapi kenapa?”
aku mencoba tetap tabah, meski rasa sakit mulai menggerogoti hatiku sedikit
demi sedikit.
“Selama ini.....
kita baik-baik saja.....”
“Ada apa?
Katakan apa masalahnya, kita pasti bisa cari jalan keluar yang lebih baik.
Tidak perlu sampai seekstrem itu!”
Diam. Tak ada
penjelasan sedikit pun. Sorot matanya menatap dingin, sedingin ucapannya yang
tak pernah ingin aku dengar. “maff, aku nggak bisa mencintaimu lagi.......”
Aku sadar akan
kesungguhan perkataannya, dia tidak pernah terlihat seyakin ini sebelumnya.
“tapi apa salahku? Katakan saja, aku pasti bisa berubah!” ucapku berusaha tegar
meski harapan dalam genggamanku mulai terlerai satu per satu.
“Kamu nggak
salah....”
“Lalu?”
“Kita sudah
berkorban banyak untuk hubungan ini, aku nggak ingin semuanya sia-sia tanpa
alasan yang jelas!”
“Apa semua
harus dengan alasan yang detil? Apa alasanku tadi nggak cukup? Bukankah kita
memulai hubungan ini dengan kalimat singkat, ‘Aku mencintaimu’?! lalu mengapa
nggak bisa mengakhirinya dengan kalimat, ’Aku tidak mencintaimu lagi’?!”
Satu per satu
air mata jatuh membasahi pipiku. Sakit. Tetapi dengan bodohnya, aku tetap
mengemis. “tetapi aku masih.....“
“Maff... tapi
aku tidak lagi! Sama sekali tidak...” potongnya tegas. “saat aku yakin kalu aku
mencintaimu.... aku pasti kembali.”
“Akan kutunggu!”
“Jangan!” dan
dia pun berlalu. Pergi dengan semua harapan yang kutitipkan padanya. Pergi
setelah dia menyakitkan hati yang dulu kuberi.
Aku usapkan air
mataku dengan lengan baju. “berhenti ! ayoo... tegarlah! Kuat! Semangat.... it
is not the and of the word!” kataku lirih menyemangati diri sendiri tetapi
tetap saja air mata ini menganak sungai. Sesak memenuhi dadaku.
****
Tiiiit...tiiiit....tiiiit....
Ugh! Mimpi
buruk lagi. Mimpi yang sama.
Tiiiit...tiiiit....tiiiit....
Kujangkau
ponsel yang telah membangunkanku. hhm... Rena. Siapa lagi yang bakal
menghubungiku kalau bukan dia. Tetapi secuil hatiku berharap seseorang yang lain.
“Yeah.....”
“Lagi tidur,
Val?”
“Nggak...
maksudku nggak lagi!”
“Hehehe... sorry!
Bagaimana.... kapan kamu balik?”
“Entahlah....
belum ada niat.... masih banyak kerjaan di sini.”
“Heh... kapan kamu mau berhenti?” suara
sahabatku terdengar tegas di telepon.
“Berhenti?
Maksudmu?”
“Kapan kamu mau
berhenti melarikan diri?”
Belum ada yang
bisa membuat aku berhenti, lagian aku belum pulih banget. Semuanya masih
membayangiku. ” Dua tahun kuhabiskan di banyak kota dengan beberapa kegiatan
yang dapat menyibukkan diriku. Hhh... berhenti. Di satiap detik aku berhenti,
di detik itu pula otakku akan membuka file-file yang selama ini ingin
kulupakan. Dengan waktu selama itu mestinya aku telah mampu melupakannya. Ah...
andai semudah menekan tombol delet lalu semuanya terhapus....
“Sejauh apa pun
kamu lari, kamu tak akan bisa melupakanya, Val. Kamu membawanya lari bersamamu.
Pulanglah”
****
Hujan sudah
reda sejak tadi, namun tetes bening masih tertinggal di sela-sela rumput dan didinding
rumah. Dinginya udara saat ini. Aku menyembunyikan kedua tanganku di balik sweater
tebalku berharap sedikit kehangatan menyelimuti. Tinggal beberapa anak tangga
lagi untuk sampai di lantai dua dan .... upff! Sampai juga akhirnya.
Dibelakangku, Rena tertinggal cukup jauh, sepertinya dengan sengaja memberiku
ruang untuk menyendiri atau lebih tepatnya untuk merasakan kedamaian. Tenang,
damai.
Kupejamkan
mata. Meruntu kembali apa yang telah terjadi padaku di tahun-tahun sebelumnya
dengan pikiran yang lebih jernih.
“Kamu menyesal?”
suara Rena membawaku kembali dari masa lalu.
“Akhirnya kamu
samapi juga,” ucapku tak menjawab pertanyaannya.
“Kamu menyesal?”
ulangnya
“Menyesal untuk
apa? Menyesal pulang?”
“Menyesal tidak
menerimanya kembali.”
“Aku menyesal
tapi bukan untuk hal itu. Aku menyesal untuk setiap detik yang terbuang hanya
untuk mengasihani diriku dan untuk melupakan semua kenangan tentang dia.
Menyesal karena selama ini aku membenci diriku sendiri.”
“Tetapi sangat
susah untuk melupakan semuanya dan memulai sesuatu yang baru.”
“Kita nggak
bisa membuang sesuatu yang menjadi bagian hidup kita begitu saja. Jangan
memaksakan diri. Mengenang untuk melupakan. Dengan mengenangnya, kamu akan
terbiasa dengan rasa sakitnya dan semakin lama rasa itu nggak akan berpengaruh
lagi.”
“Hhmmm.....”
“Ada ujaran...
katanya, penderitaan adalah kebahagiaan. Tapi sorry, aku belum
membuktikan teori ini.” Ujar Rena penuh senyum.
“Kamu tahu yang
paling kusesali? Aku sangat menyesal karena telah memutus satu ikatan lain yang
amat berharga hanya untuk berpegang pada ikatan rapuh yang dia tawarkan. Cukup
lama aku jauh dari orang tuaku, hanya untuk melakukan hal yang sepertinya tidak
berguna.”
“Ikatan antara
orang tua dan anak nggak pernah bisa putus. Yang ada renggang. Kamu hanya perlu
mengeratkanya kembali.”
“Andai semudah
itu, Ren”
“Pasti semudah
itu, yang kamu perlukan hanya usaha dan sedikit waktu. Mulai dari hal kecil aja
dulu.”
“Contohnya?”
“Dengan kita
berdoa pada yang maha kuasa, setiap masalah akan di ringankan, jika kita tetap
mau berdoa dan selalu berusaha.”
“Oke... makasih
Ren”
“Oke.... tetap
semangat Val, masih banyak yang menyayangimu disini, keluargamu, orang-orang di
sekitarmu termasuk aku sahabatmu” Rena pun tersenyum manis pada Valen.
“Terimakasih
Ren, kamu selalu mengerti perasaan aku, aku bahagia punya sahabat sepertimu.”
***
“I
want you back!” pintanya lirih
“Tidak perlu
memmintaku kembali, Zak... kan bukan aku yang pergi tapi kamu!”
“Kalau begitu....
aku ingin kembali. Val aku masih sayang kamu. Sangat sayang kamu!” ucapnya
lembut sambil meraih tanganku ke genggamannya.
“Zak, aku bukan
hotel yang... dengan seenaknya kamu bisa datangi dan tinggalkan begitu saja!”
“Aku nggak
pernah mengganggapmu seperti itu. Memikirkanya saja nggak.”
“Memikirkan memang
nggak, tapi memperlakukanku seperti itu.... iya. Kamu tahu apa bedanya aku
dengan hotel? Kalau di hotel kamu harus membayar dengan uang sedangkan aku
cukup kamu bayar dengan kalimat ‘Val..., aku sayang kamu!’” kulepaskan tanganku
dari genggamannya. Aku tidak yakin apakah aku bisa menahan diri untuk tidak
memukulnya... setidaknya menamparnya sekali saja.
“Jadi apa yang
harus aku lakukan agar kamu percaya? Katakan saja, pasti aku lakukan!”
“Nggak ada....!”
“Val....
please, maafkan aku! Just one more chance and i’ll prove it to you.
Kalau perlu aku berlutut, saat ini juga, kalau itu bisa membuatmu menerimaku
lagi!”
Aku terdiam.
Dia pun terdiam. Menunggu.
Suara serak Bon
Jovi yang melantunkan thank You For Loving Me-nya memenuhi ruang
dengarku. Ah...... andai Zaky bisa sedikit saja berterimakasih. Tidak perlu
bersusah payah membuat lagu seperti Bon Jovi, cukup dengan setia. Andai.......
“Val....,
jangan buat aku menunggu, please! Kamu sudah sangat mengenalku.... apa lagi
yang kamu pikirkan?” ucapnya setengah memaksa.
“Karena aku
sangat mengenalmu maka akau harus! Nggak ada yang bisa membuatku yakin kalau
kamu nggak akan melakukannya lagi.”
“Aku kan sudah
minta maaf, Val. Yang lalu lupakan sajalah. Siapa saja bisa melakukan
kesalahan, aku kan hanya manusia biasa. Aku nggak akan mengulanginya lagi.
Janji!”
“Hanya manusia
biasa! Semoga kamu cukup kreatif membuat alasan untuk kesalahan-kesalahnmu yang
lain....,” ucapnya sinis.
“Oke, dulu aku
salah. Maaf! Maaf! Maaf! Dulu aku khilaf!”
Dengan penuh
amarah kuletakan kembali secangkir teh yang tadinya hendak kuteguk. “kamu
khilaf.... apa khilaf itu berarti memperlihatkan betapa mesranya kamu dan Ayu
tepat di depan mataku?! Kalau kamu hanya khilaf, kamu tidak perlu pacaran denganya
samapai setahun! Kalau kamu hanya khilaf.... saat putus denganya mestinya kamu
langsung kembali padaku bukannya menjadi piala bergilir untuk cewek-cewek
lain!”
“Tapi Aku.....”
“Zak, aku sudah
memaafkan kamu...., tapi kalau aku harus menerimamu kali ini, mungkin aku harus
berfikir beribu-ribu kali, untuk mengobati luka di hatiku tak mudah, aku nggak
mau sakit lagii dan.....”
“Tapi aku
mencintaimu, aku ingin kita kembali seperti dulu lagi!” Zaky memotong
pembicaraan Valen.
Kupejamkan
mataku menahan perih. Zaky... andai kamu rasakan sakit yang kualami. Andai kamu
tahu tindakan-tindakan bodoh apa yang dulu kulakukan untuk mempertahankanmu
atau untuk bisa melupakan sedetik saja.
“Val.....”
Aku
menggelengkan kepala. “maaf, zak!”
“Tapi.... dulu
kamu berjanji untuk menungguku.”
“Menunggumu untuk
kembali padaku.... bukan untuk menerimamu kembali!”
“Tapi....”
“Bukankah jenis
hubungan yang kamu inginkan iini diawali dengan kalimat ‘Aku mencintaimu’? maaf
aku nggak yakin bisa mengucapkan kalimat itu lagi padamu.”
“Val..... aku
minta maff, aku tidak akan mengulangi kesalahan yang sama, yang membuatmu
terluka!” ucapnya tertahan.
“Dulu, begitu
mudah kamu menginggalkanku demi wanita lain, saat ini kamu juga begitu mudah
memintaku untuk kembali denganmu, apakah kamu tidak pernah berfikir bagaimana
sakitnya hatiku, saat kamu tinggalkan aku dulu.” kataku tegas padanya.
“Maff kan aku,
aku memang salah telah meninggalkanmu, tanpa memberi alasan yang pasti padamu,
tapi sekarang aku menyesal, aku sadar saat ini aku masih sayang kamu Val, dan
aku masih membutuhkan kamu Val” ucapnya meyakinkan aku untuk memaafkanya
“Sudahlah
Zak.....! aku sudah memaafkanmu, hanya sakit hatiku yang dulu memang belum
terobati, aku sangat kecewa padamu waktu itu, dan hingga saat ini pun sakitnya
masih terus teringat. Betapa aku dulu mencintai kamu, aku menyayangi kamu,
tetapi apa yang kamu lakukan, nggak pernah sebelumnya aku berfikir kamu akan
lakukan hal itu padaku, tetapi semua telah terjadi..., sekarang lukanya yang
masih membekas di hatiku. Dan aku nggak mau merasakan sakitnya lagi dengan rasa
yang sama atau lebih sakit dan dengan orang yang sama.
“Tapi,
Val.....” suaranya lirik, tak ada lagi kata-kata untuk meyakinkanku
“Kenapa......”
jawabku
“Hmmmm.... Val,
aku sangat mencintaimu!” kalimatnya terdengar semakin lirih seiring langkahnya
menjauh dari hadapanku.
“Maaf!” ucapku
lirih saat melihatnya melangkah pergi untuk kedua kalinya. Kalau dulu aku yang
terluka, kini dia pasti terluka.... juga aku.
Zak andai aku
bisa meyakinkan diriku kalau kamu takkan menyakitiku lagi. Terlalu sakit untuk
aku merasakanya lagi, cukup hanya sekali dan aku menunggu kebahagiaan meski aku
harus tanpa kamu, kamu yang dulu aku cintai, kamu yang dulu selalu membayangi
hari-hariku, kamu tempat ku membagi cerita, bersama kamu aku melewati hari, kamu
yang selalu ada di pikiranku, kamu yang selalu aku sayangi, dan kamu juga yang
telah membuat luka hati ini. Membuatku sulit untuk melupakan semua rasa
sakitnya luka yang sulit untuk aku lupakan sendiri.
Aku sungguh masih
mencintaimu... hanya saja ada cinta lain yang menungguku untuk membuat diriku
bahagia! Bisiku pada angin.
****
“Bagaimana
Val....” tanya Rena tanpa basa-basi ketika melihatku telah kembali.
“Sudah, mungkin
bukan saat ini aku bersamanya”
“Maksudmu, kamu
nggak menerimanya lagi...”
“Nggak,
sepertinya dia nggak beneran serius, mau aku balik sama dia”
“Tapi Val,
bukanya kamu masih mencintai dia...”
“IYA Ren, tapi
apa aku harus sakit hati untuk kedua kalinya, sedangkan dia tidak berusaha
untuk meyakinkan aku.” Valen mencoba menjelaskan alasan mengapa dia nggak
menerima Zaky lagi.
“Apa kamu yakin
kalau Zaky nggak serius sama kamu..” Rena yang sudah lama juga mengenal Zaky
bahkan sebelum Valen mengenal Zaky, meyakinkan Valen tentang keputusan yang
telah ia buat.
“Ren, kenapa
kamu malah dipihak dia si.” Bantah Valen ketus.
“Val, aku sudah
kenal Zaky jauh sebelum kamu kenal dia, aku sahabat kamu Val kita gk cuma 1
atau 2 bulan kenal, aku tau banget perasaan kamu Val.”
“Tapi Ren, kamu
tau kan gimana dia dulu ninggalin aku karena apa juga dia ninggalin aku, aku
nggak mau Ren meski ngerasaan hal yang sama, kalau aku harus terima dia
kembali.”
“Val, kamu tau
kan Zaky itu orangnya seperti apa, dia melukai kamu dia meninggalkan kamu dulu
pasti ada alasan, yang bahkan hampir tidak bisa kita tebak.”
“Dia selingkuh
Ren, apa itu bukan alasan yang jelas.” Kata Valen sambil menahan air matanya
yang mungkin tidak dapat terbendung lagi
“Menangislah
Val kalau kamu mau nanggis.” Rena mencoba menenangkan Valen.
“Hik...hikk...
aku memang masih sa... yang banget sama Zaky Ren.” Perkataan Valen sedikit
terbata-taba karena menangis.
Tiba-tiba
handpone Rena berdering, telfon dari Riko sahabat zaky dan juga pacar Rena.
“Hallo Ric..”
“Hallo... beb
kamu masih sama Valen.” Tiba-tiba Riko langsung menanyakan Valen.
“Iya beb, ada
apa.” Tanya rena heran kenapa pacarnya itu tiba-tiba menanyakan Valen.
“Kalian berdua
ke rumah sakit Harapan Kita dekat kafe Frenzzy.
“cepet beb, aku
tunggu kalian di UGD.” Tanpa menjelaskan alasanya Riko langsung menutup
telfonnya.
“Ada apa Ren,
kamu terlihat panik” tanya Valen pada Rena setelah menerima telefon dari Rico,
yang membuat wajah Rena seperti orang kebingungan.
“Val, ayo kita
kerumah sakit, tiba-tiba Riko nyuruh aku ke sana sama kamu juga.” Rena langsung
beranjak dari tempt duduknya dan langsung menarik Valen keluar dari kamar dan
bergegas menuju rumah sakit
Dengan bingung
Rena dan Valen menuju rumah sakit, sepanjang perjalanan mereka hanya diam
memikirkan apa yang sebenarnya terjadi kenapa Riko tiba-tiba menyuruhnya ke
rumah sakit.
****
Tak lama di
perjalanan akhirnya Rena dan Valen sampai di rumah sakit yang di beritahukan
Riko tadi. Rena pun menelefon Rico dengan kebingungan yang makin bertambah
karna setelah samapai UGD Riko sudah tidak ada
“Beb, aku dan
Valen sudah sampai di rumah sakit, kita di UGD, tapi kamu nggak ada.” Cerocos
Rena karena di buat bingung oleh Rico.
“Oke beb,
kalian tunggu di situ aku segera kesana.”
Setelah
beberapa menit menunggu Riko akhirnya Riko muncul dari tangga lantai dua, dengan
wajah yang panik.
“Val, Zaky....”
Riko tanpa basa-basi langsung angkat bicara.
“ada apa dengan
dia Rik.” Tiba-tiba Valen di buat bingung lagi dengan Riko.
“Zaky
kecelakaan, setelah dia menemui kamu tadi.”
“Ya amppun....
trus bagaimana keadaan dia sekarng.”
“Dia masih
keritis banget.”
“Antar aku, aku
mau tau keadaan dia.” Valen menarik tangan Riko, agar mengatar dia menuju kamar
zaky.
Sesampainya di
depan ruangan zaky valen tidak dapat membendung air matanya lagi, dia langsung
menangis, rena pun mencoba menenangkan valen. “val, sudah..”
“Hiks...hiks...
zaky ren.”
“kita berdoa
aja Val moga Zaky baik-baik ada.”
Ren mengajak valen duduk di bangku
tunggu depan ruangan zaky, sambil, Rena pun menanyakan hal yang sebenarnya
tejadi pada riko.
“Beb apa yang sebenarnya terjadi
pada zaky.”
“Dia kecelakaan Beb, setelah pulang
dari menemui Valen tadi, dia hilang kontrol saat mengendari mobilnya pulang,
dia mengendari mobilnya dia atas kecepatan rata-rata hingga dia menabarak pohon,
di tambah lagi, sakitnya kambuh.”
“apa Rik sakit.” Valen yang kaget
mendengar kata-kata dari Rico bahwa Zaky sakit.
“iya sakit...”
“sakit apa.”
“kamu nggak tau ya kalau Zaky selama
ini sakit pendarahan di otak, saat dia kecelakaan, waktu balapan motor dulu.”
“kecelakaan, balapan motor, kenapa
Zaky nggak pernah cerita.”
“Val, serius Zaky nggak pernah
cerita.” Riko kaget mendengar perkataan Valen bahwa Valen tidak tau kalau Zaky pernah
kecelakaan dan yang menyebabkan, kepalanya terbentur sehingga mengharuskan dia
berobat ke luar negeri.
“Nggak Rik, memang dia dulu sempat
menghilang beberapa minggu dan aku juga gak tau, tapi setelah itu aku melihat
dia dengan wanita lain.”
“Ayu maksud kamu.” Zaky yang tau
kejadian sebenarnya langsung menebak-nebak
“Iya, kamu kenal Ayu.”
“Dia anak dokter
dari keluarga Zaky Val, dia yang selama ini membantu Zaky salama perawatan di
indonesia, karena seharusnya Zaky di rawat di luar negeri.”
“Mungkin
dia nggak mau kasih tau kamu, dan nggak mau buat kamu kecewa val mungkin karena
itu dia nggak cerita hal yang sebenarnya sama kamu.” Rena ikut menjelaskan dan
menenangkan Valen.
“Dan waktu kamu lihat Zaky Dengan ayu
mereka bukan sedang pacaran, tapi Ayu sedang berusaha membujuk dia agar mau
melanjutkan perawatanya di luar negeri, tapi dia masih gk mau meninggalka kamu Val.”
“Hingga pada ahkirnya penyakit Zaky kambuh
dan akhirnya dia mau brangkat keluar negeri. Dan dia kembali kembali ke
indonesia ingin bertemu sama kamu, ingin meminta maff dan mencoba mengobati
luka hati kamu val. Karne Zaky merasa bersalah tidak berkata jujur sama kamu”
Zaky menjelaskan panjang lebar.
“Ren aku menyesal, ternyata banyak
hal yang tidak aku tau. Zaky jahat, aku sayang Zaky, maffkan aku Zak”
“sudahlah Val, kita berdoa saja
semoga Zaky cepat sadar dan bisa kumpul bareng lagi sama kita.”
No comments:
Post a Comment