SEWA
(Operasional
Lease and Financial Lease)
Al-Ijarah
(Operasional Lease)
Pengertian
Al-ijarah
adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui
pembayaran upah
sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyah)
atas
barang itu sendiri.
Landasan syariah
Al-Qur’an
Dan jika kamu
ingin anakmu disusukan oleh orang lain,
maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut
yang
patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat
apa
yang kamu kerjakan.
Yang menjadi dalil dari ayat tersebut
adalah ungkapan
“Apabila kamu memberikan pembayaran yang patut”. Ungkapan tersebut
menunjukkan
adanya jasa yang diberikan berkat kewajiban membayar upah (fee) secara
patut.
Yang termasuk di dalamnya ada jasa penyewa.
Al-Hadist
“Dari ibnu
Umar bahwa Rasulullah: bersabda: Berikanlah
upah pekerjaan sebelum keringatnya kering. (HR. Ibnu Wajah).
Rukun dan
Syariat Ijarah
Rukun-rukun dan syarat-syarat ijarah adalah
sebagai
berikut:
- Mu’jir
dan Musta’jir yaitu orang yang melakukan akad sewa-menyewa atau
upah
mengupah. Mu’jir adalah orang yang memberikan upah dan yang
menyewa,
Musta’jir adalah orang yang menerima upah untuk melakukan sesuatu
dan yang
menyewa sesuatu. Disyaratkan pada mu’jir dan musta’jir adalah
baligh,
berakal, cakap melakukan tasharuf (mengendalikan harta).
- Ijab
kabul antara mu’jir dan musta’jir, ijab kabul sewa-menyewa dan
upah-mengupah. Ijab kabul sewa-menyewa misalnya, si budi
menyewakan
mobil kepada Ali, setiap hari Rp 5000, maka musta’jir menjawab:
”Aku
terima sewa mobil tersebut dengan harga demikian setiap hari”.
Sedangkan
upah-mengupah misalnya: kuserahkan kebun ini kepadamu untuk
dicangkuli
dengan upah setiap hari Rp 5000, kemudian musta’jir menjawab: aku
akan
kerjakan pekerjaan itu sesuai dengan apa yang engkau ucapkan .
- Disyaratkan
diketahui jumlahnya oleh kedua belah pihak baik dalam sewa-menyewa
maupun
dalam upah-mengupah.
Pembayaran
Sewa dan Upah
Jika ijarah itu suatu pekerjaan maka
kewajiban
pembayaran upahnya waktu berakhirnya pekerjaan, jika akad sudah
berlangsung dan
tidak diisyaratkan mengenai pembayaran dan tidak ada penentuan
penangguhannya,
menurut Abu Hanifah yang diserahkan upahnya secara berangsur, sesuai
dengan
manfaat yang diterimanya. Menurut Imam Syafi’i dan Ahmad, sesungguhnya
ia
berhak dengan akad itu sendiri, jika mu’jir menyerahkan zat benda yang
disewa
kepada musta’jir ia berhak menerima bayarannya karena penyewa
(musta’jir) sudah
menerima kegunaannya.