MAKALAH
ATRESIA ESOFAGUS
DOSEN :
Disusun Oleh :
Ni Ketut Ita
Lestari 13241050
Nina Julita 13241051
Widya Astuti 132410
YAYASAN PENDIDIKAN SAPTA BUANA
AKADEMI KEBIDANAN WIRABUANA METRO
TAHUN 2014/2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Atresia esofagus termasuk kelompok kelainan congenital
terdiri dari gangguan kontinuitas esophagus dengan atau tanpa hubungan
persisten dengan trakea. Pada penyakit ini, terdapat suatu keadaan dimana
bagian proksimal dan distal esophagus tidak berhubungan. Pada bagian esophagus
mengalami dilatasi yang kemudian berakhir berakhir kantung dengan dinding
maskuler yang mengalami hipertofi yang khas yang memanjang sampai pada tingkat
vertebra torakal sagmen 2-4. Bagian distal esophagus merupakan bagian yang
mengalami atresia dengan diameter yang kecil dan dinding maskuler dan tipis.
Bagian ini meluas sampai bagian atas diagfragma 1,2,3,4,5,6 sekitar 50 % bayi
dengan atresia esophagus juga mengalami beberapa anomali terkait. Malformasi ,
kardiofaskuler, malformasi rangka termaksud hemivertebra dan perkembanga
abnormal radius serta malformasi ginjal dan urogenital sering terjadi, semua
kelainan ini disebut sidrom vecterl.
B. Rumusan
Masalah
a.
Apa yang definisi dari atresia esophagus?
b.
Apa saja tipe-tipe atresia esophagus?
c.
Bagaimana manisfestasi klinis atresia esophagus?
d.
Bagaimana evaluasi diagnostic?
e.
Apa saja komplikasi pasca operasi?
f.
Apa saja diagnosis?
g.
Apa saja penatalaksanaan?
h.
Bagaimana proses keperawatan?
C. Tujuan
a.
Untuk mengetahui definisi dari atresia esophagus.
b.
Untuk mengetahui tipe-tipe atresia esophagus.
c.
Untuk mengetahui Bagaimana manisfestasi klinis atresia
esophagus.
d.
Untuk mengetahui Bagaimana evaluasi diagnostic.
e.
Untuk mengetahui komplikasi pasca operasi.
f.
Untuk mengetahui diagnosis.
g.
Untuk mengetahui penatalaksanaan.
h.
Untuk mengetahui Bagaimana proses keperawatannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Atresia esofagus adalah malpormasi yang disebabkan oleh
kegagalan esofagus untuk mengadakan pasase yang kontinu : esophagus mungkin
saja atau mungkin juga tidak membentuk sambungan dengan trakea (fistula
trakeo esopagus) atau atresia esophagus adalah kegagalan esophagus untuk
membentuk saluran kontinu dari faring ke lambung selama perkembangan
embrionik adapun pengertian lain yaitu bila sebuah segmen esofagus mengalami
gangguan dalam pertumbuhan nya (congenital) dan tetap sebagai bagian tipis
tanpa lubang saluran.
Fistula trakeo esophagus adalah hubungan abnormal antara
trakeo dan esofagus. Dua kondisi ini biasanya terjadi bersamaan, dan mungkin
disertai oleh anomaly lain seperti penyakit jantung congenital. Untuk alasan
yang tidak diketahui esophagus dan trakea gagal untuk berdeferensiasi
dengan tepat selama gestasi pada minggu keempat dan kelima.
B.
Tipe Atresia Esofagus
a.
Tipe A : (5% sampai 8%) kantong buntu disetiap ujung asofagus,
terpisah jauh dan tanpa hubungan ke trakea.
b.
Tipe B : (jarang) kantong buntu disetiap ujung esophagus
dengan fistula dari trakea ke segmen esophagus bagian atas.
c.
Tipe C : (80% sampai 95%) segmen esophagus proksimal
berakhir pada kantong buntu, dan segmen distal dihubungkan ke trakea atau
bronkus primer dan fistula pendek pada atau dekat bifurkasi.
d.
TIPE D (jarang) : Kedua segmen esophagus atas dan bawah
dihubungkan ke trakea.
e.
TIPE E (jarang disbanding A atau C) : Sebaliknya trakea
dan esophagus nomal dihubungkan dengan fistula umum.
C.
Etiologi
Atresia esophagus disebabkan oleh tumor esophagus dan
bayi lahir prematur, tapi tidak semua bayi yang lahir premature mengalami
penyakit ini. Dan ada alasan yang tidak diketahui mengapa esefagus dan trakea
gagal untuk berdiferensiasi dengan tepat selama gestasi pada minggu ke empat
dan ke lima.
D.
Manifestasi Klinik
Gambaran atresia di tandai dengan gangguan proses menelan
waktu lahir dan terjadi gangguan pernapasan bila terjadi gangguan pernapasan
bila bahan makanan teraspirasi kesana perlu penanggulangan bedah. Dan liur
selalu meleleh dari mulut bayi dan berbui. Pada fistula trakea esophagus,
cairan lambung juga dapat masuk kedalam paru : oleh karena itu bayi sering
sianosis. Pemberian minum dapat menyebabkan batuk atau seperti tercekik dan
bayi sianosis.
Kelainan bawaan ini biasanya terdapat pada bayi yang
lahir dengan kehamilan hidramnion dan biasanya bayi dalam keadaan kurang bulan.
Pada bayi kurang bulan ini, pemberian minum sering menyebabkan bayi tersebut
menjadi biru dan apnea tampa batuk–batuk. Jika terdapat fistula trekoesofagus
perut bayi tampak membuncit karena terisi udara. Bila dimasukkan kateter
melalui mulut sepanjang 7.5 – 10 cm dari bibir, kateter akan terbentur pada
ujung esophagus yang buntu : dan jika kateter didorong terus akan melingkar –
lingkar di dalam esophagus yang buntu tersebut. Diagnosis pasti dapat
ditegakkan dengan memasukkan pipa radio-opak atau larutan kontras liopodol ke
dalam esophagus dan dibuat foto toraks biasa.
E.
Evaluasi Diagnostik
a.
Ketidak mampuan untuk melewati kekakuan, radiopage ukuran
8 sampai 10 kateter French kedalam lambung melalui hidung atau mulut
b.
Sinar x palatum datar abdomen dan dada dapat menunjukkan
adanya gas dalam lambung dan ujung kateter dalam kantung buntu.
c.
Pemindaian ultra suara dapat menunjukkan TEF in utero
pada beberapa bayi.
d.
EKG dan ekokardiogram dapat dilakukan karena korelasi tinggi
pada anomaly jantung.
F.
Komplikasi Pasca Operasi
a.
Kebocoran pada sisi anastomis
b.
fistula kambuhan
c.
Sirkulasi esophagus
d.
Repluksgastroesopagus dan esopagitis
e.
Trakeomalaisia
f.
Masalah makan dengan anak yang lebih besar
G.
Diagnosis
Biasanya disertai dengan hidramnion (60 %) dan hal ini
pula yang menyebabkan kenaikan frekuensi bayi yang lahir premature. Sebaliknya
bila dari anamese ditetapkan keterangan bahwa kehamilan ibu disertai hidroamnion,
hendaklah dilakukan kateterisasi esofagus dengan kateter pada jarak kurang dari
10 cm, maka harus diduga adanya atresia esophagus.
Bila pada bayi baru lahir timbul sesak napas yang
disertai air liur meleleh keluar, harus dicurigai adanya atresia esfagus.
Segera setelah diberi minum, bayi akan berbangkis, batuk dan sianosis karena
aspirasi cairan kedalam jalan nafas.
Diagnosis pasti dapat dibuat dengan foto toraks yang akan
menunjukkan gambaran kateter terhenti pada tempat atresia. Pemberian kontras
kedalam esophagus dapat memberikan gambaran yang lebih pasti, tapi cara ini
tidak dianjurkan.
Perlu dibedakan pada pemeriksaan fisik apakah lambung
terisi udara atau kosong untuk menunjang atau menyingkirkan terdapatnya fistula
trakeo esofagus. Hal ini dapat terlihat pada foto abdomen.
H.
Penatalaksanaan
Medik : Pengobatan dilakukan dengan operasi
Keperwatan : Sebelum dilakukan operasi,
bayi diletakkan setengah duduk untuk mencegah terjadinya regurgitasi cairan
lambung kedalam paru. Cairan lambung harus sering diisap untuk mencegah aspirasi.
Untuk mencegah terjadinya hipotermia, bayi hendaknya dirawat dalam inkubator
agar mendapatkan lingkungan yang cukup hangat. Posisinya sering di ubah-ubah,
pengisapan lender harus sering di lakukan bayi hendaknya dirangsang untuk
menangis agar paru berkembang.
Tindakan :
a.
Pada anak segera dipasang kateter ke dalam esofagus dan
bila mungkin dilakukan pengisapan terus menerus.
b.
Posisi anak tidur tergantung pada ada tidaknya fistula,
karena aspirasi cairan lambung lebih berbahaya dari saliva. Anak dengan fistula
trakeoesofaus ditidurkan setengah duduk anak tanpa fistula diletakkan dengan
kepala lebih rendah (posisi trendeleburg)
c.
Anak dipersiapkan untuk operasi segera. Apakah dapat
dilakukan penutupan fistula dengan segera atau hanya dilakukan gastrotomi
tergantung dari jenis kelainan dan keadaan umum anak pada saat itu.
I.
Proses Keperawatan
a.
Pengkajian
Asuhan
keperawatan yang diberikan pada bayi baru lahir adalah berdasarkan tahapan-tahapan
pada proses keperawatan. Tahap pengkajian merupakan tahap awal, disini perawat
mengumpulkan semua imformasi baik dari klien dengan cara observasi dan
dari keluarganya.
Lakukan
pengkajian bayi baru lahir. observasi manipestasi atresia esophagus dan
fistula. Traekeo esofagus, saliva berlebihan, tersedat, sianosis, apnea
a.
Sekresi berlebihan, mengalirkan liur konstan, sekresi
hidung banyak.
b.
Sianosis intermitten yang tidak diketahui penyebabnya.
c.
Laring aspasme yang disebabkan oleh aspirasi saliva yang
terakumulasi dalam kantong buntu.
d.
Distensi abdominal.
e.
Respon kekerasan setelah menelan makanan yang pertama
atau kedua : bayi batuk dan tersedat saat cairan kembali melalui hidung dan
mulut trejadi sianosis.
f.
Bayi sering premetur dan kehamilan mungkin terkomplikasi
oleh hydra amniaon (cairan amniotic berlebihan dalam kantong ).
J.
Dianosa Keperawatan
Masalah keperawatan yang munkin timbul pada klien dengan
atersia esophagus
1.
Bersihan jalan napas tidak epektif.
2.
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
3.
kesulitan menelan.
K.
Intervensi Keperawatan
1.
Manajemen kolaboratif Intervensi terapeutik
a.
Pengobatan segera terdiri dari penyokongan bayi pada
sudut 30 derajat untuk mencegah refluks isi lambung : pengisapan kantong
esophagus atas dengan selang replogle atau dari penampung; gastrostomi untuk
mendekompresi lambung dan mencegah aspirasi (selanjutnya digunakan untuk
pemberian makan) puasa, cairan diberikan IV.
b.
Pengobatan secara tepat terhadap proses patologis
pennerta, seperti pneumonitis atau gagal jantung kongestif.
c.
terapi pendukung meliputi pemenuhan kebutuhan nutrisi,
cairan IV, antibiotic, dukungan pernapasan, dan mempertahankan lingkungan netral
secara termal.
2.
Intervensi pembedahan
a.
Perbaikan primer segera : pembagian fistula diikuti oleh
anatomisis esophagus segmen proksimal dan disal bila berat bayi lebih
dari 2000g dan tanpa pneumonia.
b.
Perlambatan jangka pendek (perbaikan primer lanjut) : untuk
menstabilkan bayi dan mencegah penyimpangan bila bayi tidak dapat mentoleransi
pembedahan dengan segera.
c.
Pentahapan : pada awalnya, pembagian fistula dan
gastrotomi dilakukan dengan anastomisis esophagus sekunder lanjut. Pendakatan
dapat digunakan pada bayi yang masih sangat kecil, prematur atau neonatus, yang
sakit, atau bila abnormal congenital berat.
d.
Esofagomiotomi servikal (lubang buatan pada leher yang
memungkinkan drainase esophagus bagian atas ) dapat dialakukan bila ujung
esofagus terpisah terlau jauh : pengggantian esophagus dengan segmen usus pada
usia 18 sampai 24 bulan.
3.
Nutrisi kurang dari kebutuhan Intervensi
a.
Pada praoperasi waspada terhadap indikasi gawat napas :
retrasi, sianosis sirkomoral, gelisa, pernapasan cuping hidung, peningkatan
frekuensi pernapasan dan jantung.
b.
Pantau tanda – tanda vital dengan sering terhadap
perubahan padatekanan darah dan nadi, yang dapat mengidikasikan dehidrasi atau
kelebihan beban volume cairan.
c.
Catat masukan dan pengeluaran, termasuk drainase lambung
(bila selang gastrotomiuntuk dekomensasi terpasang)
d.
Pantau terhadap distensi abdomen.
4.
Bersihan jalan napas tidak efektif Intervensi
a.
Posisi bayi dengan kepala ditinggikan 20 sampai 30
derajat untuk mencegah atau mengurangi refluks asam lambung kedalam percabangan
trakeobronkial. Balik bayi dengan sering untuk mencegah atelektasis dan
pneumonia.
b.
Lakukan pengisapan nasofaring intermitten atau
pertahankan selang lumen ganda atau selang penampung dengan pengisapan konstan
untuk mengeluarkan sekresi dari kantung buntu esophagus
1)
Jamin bahwa selang indwelling tetap paten, diganti sesuai
kebutuhan, sedikitnya sekali setiap 12 sampai 24 jam lubang hidung yang
digunakan harus bergantian. Cegah nekrosis lubang hidung dari tekanan oleh
kateter
2)
Isap mulut untuk mempertahankan bebas sekresi dan
mencegah aspirasi.
c.
Bila gastrotomi ditempatkan sebelum pembedahan
definitive, pertahankan selang yang mengalir sesuai gravitasi, dan jangan
mengirigasi sebelum pembedahan.
d.
Tempatkan bayi dalam isolette atau dibawah penghangat
radian dengan humiditas tinggi.
e.
Bantu dalam mengencerkan sekresi dan mucus yang kental.
f.
Pertahakan suhu bayi dalam zona termoneutral dan jamin
isolasi lingkungan untuk mengcegah infeksi.
5.
Kesulitan menelan
a.
Perhatikan kepatenan jalan nafas, isap dengan sering sedikitnya
setiap 1 sampai 2 jam, mungkin diperlukan setiap 5 sampai 10 menit.
1)
Minta ahli bedah untuk menandai keteter pengisap untuk
menunjukan seberapa jauh keteter dapat dimasukkan dengan aman tanpa mengganggu
anastomosis.
2)
Observasi terhadap tanda sumbatan jalan nafas.
b.
Berikan fisioterapi dada sesuai ketentuan
1)
Ubah posisi bayi dengan membalik, rangsang supaya
menangis untuk meningkatkan pengembangan penuh paru.
2)
Tinggikan kepala dan bahu 20 sampai 30 derajat
3)
Gunakan vibrator mekanis 2 sampai 3 hari pada pascaoperasi
(untuk meminimalkan trauma pada anastomosis), diikuti dengan lebih banyak
terapi fisik dada keras setelah hari ketiga.
c.
Lanjutkan penggunaan Isolette atau penghangat radian
dengan kelembaban.
d.
Lanjutkan dengan penyediaan alat kedaruratan, termasuk
mesin pengisap, keteter, oksigen, laringoskop, selang endotrakeal dalam
berbagai ukuran.
L.
Evaluasi Keperawatan
Pada tahap ini perawat mengkaji kembali hal-hal yang
telah dilakukan, berdasarkan pada criteria hasil yang telah ditetapkan. Apabila
masih terdapat masalah – masalah klien yang belum teratasi, perawat hendaknya
mengkaji kembali hal – hal yang berkenaan dengan masalah tersebut dan kembali
melakukan intrvensi keperawatan. Sebaliknya bila masalah klin telah teratasi
maka prlu dilakukan pengawasan dan pengontrolan yang teratur untuk
mencegah timbulnya serangan atau gejala – gejala yang memicu terjadinya
serangan.
DAFTAR FUSTAKA
Ngastiyah.
Perawatan anak sakit. Buku kedokteran. EGC,1997. Jakarta
Sylvia A price, Lorraine m Wilson. Patofisiologi. Buku kedokteran, EGC, 1997, Jakarta
Sylvia A price, Lorraine m Wilson. Patofisiologi. Buku kedokteran, EGC, 1997, Jakarta
Ronna L Wong.
Keperawatan pediatric.Buku kedokteran, EGC.2003.Jakarta.
Robbins dan
kumar.Patologi .Fakultas kedoteran. Universitas Aerlangga, Edisi 4 ,EGC,
1995, Jakarta
Ilmu kesehatan
anak. Fakultas Kedokteran. EGC.1995. Jakata
No comments:
Post a Comment